Syariah merupakan suatu dasaran terpenting dari kaum
muslim di dunia. Konsep-konsep syariahpun juga mulai menjalur pada beberapa
macam sistem yang tumbuh di tengah peradaban masyarakat. Salah satunya
diterapkan dalam sistem perekonomian. Di jaman yang semakin modern seperti ini,
prinsip syariah dalam hal perekonomian sudah diakui oleh banyak negara dalam
sisi kualitas dan produk keterbukaan yang diusungnya. Akibatnya banyak
bermunculan lembaga-lembaga yang berbasis syariah, seperti perbankan yang
berbasis syariah, pegadaian yang berbasis syariah, asuransi dan masih banyak
lagi. Dalam hal perbankan syariah banyak sekali produk yang berbasis syariah
yang ditawarkan, seperti Rahn, wakalah, kafalah, hawalah, syirkah, sharf dan
masih banyak lagi.
Dalam tugas karya ilmiah kali ini, penulis membahas
salah satu produk yang ditwarkan oleh perbankan yakni syirkah yang dalam arti
sempitnya bermakna kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Syirkah
juga diartikan sebagai kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu , dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Dewasa ini, syirkah dalam bisnis dan macam-macamnya merupakan perkara yang
sangat dibutuhkan oleh setiap pengusaha muslim. Syirkah yang dalam bahasa
inggrisnya berarti partnership juga
merupakan hal yang lazim dilakukan dalam bermasyarakat. Dalam menjalani hidup,
masyarakat membutuhkan antara yang satu dan yang lainnya dan merekapun juga
sangat melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.
Selain berarti kerja sama , syirkah dapat diartikan
mencampur. Artinya, syirkah mencampur satu modal dengan modal yang lain
sehingga tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam
istilah fiqih syirkah diartikan sebagai suatu akad yang dilakukan antara dua
orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu yang bertujuan untuk
mencari keuntungan.
Dari latar belakang yang telah terpapar diatas dapat
diketahui beberapa perseoalan yang harus dikuak lebih lanjut.
Persoalan-persoalan tersebut tertuangkan dalam rumusan masalah, yakni :
1. Apakah
syirkah itu ?
2. Apakah
landasan syariah yang melatar belakangi adanya syirkah ?
3. Bagaimanakah
penerapan syirkah dalam lembaga keuangan ?
Dari perumusan masalah yang telah ada, dapat
diketahui tujuan penulisan dari makalah ini, antara lain adalah sebagai berikut
:
1. Mengetahui
pengertian dan segala macam hal yang bersangkutan dengan syirkah.
2. Mengetahui
landasan syariah yang melatar belakangi adanya syirkah.
3. Mengetahui
penerapan syirkah secara langsung dalam lembaga keuangan.
BAB II
Secara bahasa syirkah bisa diartikan mencampur atau
kerjasama. Sedangkan menurut istilah syirkah bisa diartikan sebagai suatu akad
yang dilakukan antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu
dalam mendapatkan keuntungan. Syirkaha atau juga bisa disebut sebagai
musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu , dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Dalam syirkah atau musyarakah wajib hukumnya bagi mitra kerja untuk saling
menyumbangkan dananya guna melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan.
Dalam musyarakah
dapat ditemukan aplikasi
ajaran islam tentang ta’awun atau gotong royong, ukhuwah islamiyah atau persaudaraan dan juga keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan
nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal,
karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal misalnya saja faktor keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan masih banyak lagi. Selain
hanya pengertian yang telah terpapar diatasa, ada beberapa pengertian syirkah
menurut pendapat para ulama’, antara lain sebagai berikut :
1.
Menurut ulama’ Malikiyyah, definisi
syirkah adalah
إذن في
التصرف لهما مع أنفسهما في مال لهما
“izin
untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta
mereka”
2.
Menurut pendapat ulama’ hanifiyah,
definisi syirkah adalah :
عقد بين
المتشاركين في رأس المال والربح
“akad yang
dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan”
3.
Menurut kitab subussalam, definisi
syirkah adalah :
اَلشِّرْكَةُ
بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَكَسْرِ الرَّاءِ وَبِكَسْرِهِ مَعَ سُكُوْنِهَا وَهِيَ
بِضَمِّ الشِّيْنِ اِسْمٌ لِلشَّيْءِ الْمُشْتَرَكِ وَالشِّرْكَةُ اَلْحَالَةُ
الَّتِيْ تَحْدُثُ بِالْإِخْتِيَارِ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَاعِداً.
وَإِنْ
أُرِيْدَ الشِّرْكَةُ بَيْنَ الْوَرَثَةِ فِيْ الْمَالِ الَمَوْرُوْثِ حُذِفَتْ
"بِالْاِخْتِيَارِ"
"وَالْوَكَالَةُ"
بِفَتْحِ الْوَاوِ وَقَدْ تُكْسَرُ مَصْدَرُ وَكَّلَ مُشَّدَداً بِمَعْنىَ
التَّفْوِيْضِ وَالْحِفْظِ وَتُخَفَّفُ فَتَكُوْنُ بِمَعْنىَ التَّفْوِيْضِ،
وَهِيَ شَرْعاً إِقَامَةُ الشَّخْصِ غَيْرَهُ مَقَامَ نَفْسِهِ مُطْلَقاً
وَمُقَيَّداً.
Kata “اَلشِّرْكَةُ” dibaca fathah
huruf awalnya ( ش-nya ) dan bibaca kasroh atau sukun Ra’-nya. Kata
“اَلشِّرْكَةُ” jika dibaca dhammah Syin-nya (اَلشُّرْكَةُ) adalah nama bagi
sesuatu yang dipersekutukan.َالشِّرْكَةُ berarti situasi yang terjadi antara
dua orang atau lebih dengan kemauan sendiri. Jika yang dimaksud adalah syirkah
antara ahli waris dalam harta warisan, maka kalimat “dengan kemauan sendiri”nya
dihapus.
Kata “الْوَكَالَةُ” dibaca fathah
waw-nya, terkadang juga dibaca kasrah waw-nya, adalah bentuk mashdar (kata
benda) dari kata وَكَّلَ (wakkala) yang dibaca tasydid, berarti memasrahkan dan
menjaga. Jika tanpa tasydid berarti memasrahkan. Wakalah menurut istilah adalah
menempatkan orang lain pada posisinya.
Syirkah
terbagi menjadi beberapa yaitu syirkah inan, syirkah abdan, syirkah mudharabah,
syirkah wujud dan syirkah muwafadhah. Menurut An- Nabhani keseluruhan dari
syirkah tersebut merukan yang dibenarkan oleh agama islam, sepanjang maih
memenuhi aturan main yang ada dalam islam. Dalam terminologi Fiqih Islam,
syirkah diklasifikasikan dalam dua jenis, yakni :
a)
Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau
syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama dua pihak atau lebih dari suatu
property.
b)
Syirkah al-‘aqd atau syirkah ‘ukud atau
syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak
bersama, atau usaha komersial bersama. Syirkah al-‘aqad sendiri ada empat
(Mazhab Hambali memasukkan syirkah mudharabah sebagai syirkah al’aqad yang
kelima), satu yang disepakati dan tiga yang diperselisihkan yaitu :
1. Syirkah
inan
Yaitu syirkah yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing
membawa wakalah dana sebagai modal dan masing-masing syarik
dalam sebuah usaha.
Dalam syirkah ini modal utamanya adalah uang dimana modal beruapa barang harus
dihitung terlebih dahulu nilainya. Syirkah ini dibangun diatas prinsip
(perwakilan) dan amanah (kepercayaan), syirkah ini juga berprinsipkan terjun
langsung tanpa harus diwakili oleh pihak manapun. Keuntungan dari syirkah ini
didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing
mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya,
masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
Contohnya : A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis
properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan
konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah
tersebut. Syirkah ‘Inan merupakan suatu akad di mana dua orang atau lebih
berkongsi dalam modal dan sama-sama memperdagangkannya dan bersekutu dalam
keuntungan. Hukum jenis syirkah ini merupakan titik kesepakatan di kalangan
para fukoha. Demikan juga syirkah ini merupakan bentuk syirkah yang paling
banyak dipraktekkan kaum Muslimin di sepanjang sejarahnya. Hal ini disebabkan
karena bentuk perkongsian ini lebih mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan
persamaan modal dan pekerjaan. Salah satu dari patner dapat memiliki modal yang
lebih tinggi dari pada mitra yang lain. Begitu pula salah satu pihak dapat
menjalankan perniagaan sementara yang lain tidak ikut serta. Pembagian
keuntunganpun dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan mereka bahkan
diperbolehkan salah seorang dari patner memiliki keuntungan lebih tinggi sekiranya
ia memang lebih memiliki keahlian dan keuletan dari pada yang lain. Adapun
kerugian harus dibagi menurut perbandingan saham yang dimiliki oleh
masing-masing patner. Para ulama sepakat membolehkan bentuk syirkah ini.
2. Syirkah
abnan
Syirkah ini dibentuk oleh beberapa orang dengan
modal profesi dan keahlian masing-masing. Profesi dan keahlian ini bisa sama
dan bisa juga berbeda. Misalnya satu pihak tukang cukur dan pihak lainnya
tukang jahit. Mereka menyewa satu tempat untuk perniagaannya dan bila
mendapatkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di antara mereka. Syirkah ini
dinamakan juga dengan syirkah shona’i atau taqobul. . Jumhur (mayoritas) ulama,
yaitu dari madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, membolehkan bentuk syirkah ini.
Sementara itu, madzhab Syafi’I melarangnya karena madzhab ini hanya membolehkan
syirkah modal dan tidak boleh kerja syirkah.
3. Syirkah
mudharabah
Adalah syirkah yang dilakukan oleh badan (orang/بَدَنٌ)
dan harta (مَالٌ) yakni pihak yang memiliki harta disebut sebagai pemodal/
investor atau رَبُّ الْمَالِ sedangkan pihak yang hanya menyertakan badannya
disebut pengelola alias اَلْعَامِلُ alias اَلْمُضَارِبُ. Investor dan pengelola
sepakat untuk melakukan aktivitas tertentu yang melibatkan harta investor
(misal membuka warnet) dan keuntungan yang diperoleh dibagi di antara kedua
pihak sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian wajib ditanggung 100 persen
oleh investor jika bukan akibat kesalahan pengelolaan pengelola. Sedangkan jika
kerugian yang terjadi adalah akibat kesalahan pengelolaan maka pihak pengelola
wajib menanggung kerugian tersebut. Syirkah mudlarabah baru akan sah jika pihak
investor telah menyerahkan hartanya (berupa uang) secara utuh kepada pengelola
karena mudlarabah mengharuskan adanya penyerahan harta tersebut kepada
pengelola.
4. Syirkah
wujud
Adalah syirkah yang dilakukan oleh dua orang (بَدَنَانِ)
dengan menggunakan harta orang lain di luar keduanya. Dengan kata lain,
seseorang yakni investor menyerahkan hartanya kepada dua orang pengelola atau
lebih melalui syirkah mudharabah, sehingga dua orang pengelola tersebut (اَلْمُضَارِبَانِ)
bersyirkah dalam keuntungan dengan harta dari orang lain di luar keduanya. Lalu
kedua pihak (yakni investor dan dua orang pengelola) bersepakat untuk membagi
keuntungan menjadi tiga bagian yakni sepertiga bagian untuk masing-masing
pengelola dan sepertiga bagian lagi untuk investor, atau keuntungan dibagi
empat bagian yakni bagi investor seperempat dan bagi pengelola setengahnya,
atau dilakukan pembagian keuntungan dalam bentuk lain sesuai dengan syarat yang
disepakati antara kedua belah pihak.
Artinya, pembagian keuntungan dilakukan secara dibedakan berdasarkan kekhususan masing-masing berkaitan dengan kadar peran salah seorang dari pengelola atau keduanya, misalnya berdasarkan keahlian/ kemahiran dalam kerja, atau berdasarkan bagusnya upaya pengelolaan secara administratif. Contohnya : A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Artinya, pembagian keuntungan dilakukan secara dibedakan berdasarkan kekhususan masing-masing berkaitan dengan kadar peran salah seorang dari pengelola atau keduanya, misalnya berdasarkan keahlian/ kemahiran dalam kerja, atau berdasarkan bagusnya upaya pengelolaan secara administratif. Contohnya : A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
5. Syirkah
muwafadhah
Mufawadhoh artinya sama-sama. Syirkah ini dinamakan
syirkah mufawadhoh karena modal yang disetor para patner dan usaha fisik yang
dilakukan mereka sama atau proporsional. Jadi syirkah mufawadhoh merupakan
suatu bentuk akad dari beberapa orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik
yang sama. Masing-masing patner saling menaggung satu dengan lainnya dalam hak
dan kewajiban. Dalam syirkah ini tidak diperbolehkan satu patner memiliki modal
dan keuntungan yang lebih tinggi dari para patner lainnya. Yang perlu
diperhatian dalam syirkah ini adalah persamaan dalam segala hal di antara
masing-masing patner. Mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan bentuk syirkah ini.
Sementara itu mazhab Syafi’I dan Hambali melarangnya karena secara realita
sukar terjadi persamaan pada semua unsurnya, dan banyak mengandung unsur gharar
atau ketidakjelasan.
2.3.
Hukum Syirkah
Pada dasarnya syirkah hukumnya jâ’iz (mubah),
berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihi wasalam berupa taqrîr
(pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah
bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Shalallahu alaihi wasalam
membenarkannya. Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda, sebagaimana dituturkan
Abu Hurairah ra :
يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَناَ ثَالِثُ
الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ
مِنْ بَيْنِهِمَا
Allah
‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang
ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari
keduanya. [HR. Abu
Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni]. Ibnu Qudamah berkata:
“Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi syirkah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
a.
Syirkah Mutanaqisah
Syirkah
mutanaqisya, salah satu bentuk kerja sama antara dua pihak yang pada saat kerja
samanya berlangsung salah satu pihak melepas modalnya untuk dimiliki oleh pihak
lainnya. Sehingga pada akhirnya hanya satu pihak yang mengelola investasi
tersebut, karena modal pihak yang lain telah dialihkan kepada temannya.
Pada
bank syariah, pembiayaan investasi menggunakan skema musyarakah mutanaqishah.
Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan. Secara
bertahap, bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil
alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cashflow yang tercipta maupun
dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada
maupun dengan mengundang pemegang saham baru.
b. Syirkah Muntahiya Bit
Tamlik
Syirkah Muntahiyat bit Tamlik tergolong
dalam kategori Bai’ al-takjiri
atau ijarah al-muntahiya bit-tamlik
merupakan akad (kontrak) kerja sama
antara dua orang atau lebih dengan cara
menggabungan sewa dan beli,
dimana pihak penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
Dikatakan oleh Muhammad dalam salah satu sesi pada Short Course Perbankan Syari’ah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yogyakarta pada bulan Desember 2006 bahwa bai’ al-takjiri atau ijarah al-muntahiya bit-tamlik bukanlah seperti praktek leasing (sewa-beli) yang dikenal saat ini. Praktek leasing konvensional mengenal sistem sewa-beli sebagai berikut: A menjual barang kepada B. Dalam akad mereka, A berjanji menyewa barang yang dijualnya tadi kepada B. Hal ini dilarang dalam Islam karena ada dua akad dalam satu transaksi. Mengenai dua akad dalam satu transaksi lainnya yang tidak dibolehkan adalah jual-beli inai, yaitu contohnya A menjual barang kepada B namun dengan perjanjian suatu ketika A akan membeli lagi dari B.
Dikatakan oleh Muhammad dalam salah satu sesi pada Short Course Perbankan Syari’ah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yogyakarta pada bulan Desember 2006 bahwa bai’ al-takjiri atau ijarah al-muntahiya bit-tamlik bukanlah seperti praktek leasing (sewa-beli) yang dikenal saat ini. Praktek leasing konvensional mengenal sistem sewa-beli sebagai berikut: A menjual barang kepada B. Dalam akad mereka, A berjanji menyewa barang yang dijualnya tadi kepada B. Hal ini dilarang dalam Islam karena ada dua akad dalam satu transaksi. Mengenai dua akad dalam satu transaksi lainnya yang tidak dibolehkan adalah jual-beli inai, yaitu contohnya A menjual barang kepada B namun dengan perjanjian suatu ketika A akan membeli lagi dari B.
2.5.
Syarat dan Rukun Syirkah
Dalam setiap perkara dalam islam baik itu yang sudah
tersariatkan maupun tidak, syarat dan rukun merupakan hal yang harus ada. Tak
terkecuali dengan syirkah walaupun masih ada perdebatan antara para ulama’
mengenai jumlah rukun yang ada dalam syirkah tetapi kegiatan syirkah yang
tersariatkan masih menjadi rujukan umat islam untuk melakukan kerjasama baik
itu kerjasama dalam perkara bisnis maupun perkara yang lainnya. Menurut ulama Hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua,
yaitu: Ijab & Kabul, hal ini disebabkan Ijab dan Qabul (akad) menentukan adanya syirkah.
Sedangkan menurt pendapat ulama’ yang lain rukun syirkah itu terbagi menjadi
tiga, yakni :
1. Akad
(ijab dan qabul) atau bisa disebut sebagai shighat
2. Kedua
belah pihak yang melakukan akad (aqidani),
kedua belah pihak harus memiliki kecakapan dalam melakukan tasharruf (pengelolaan harta) dan yang tak terelakan lagi kedua
belah pihak yang melakukan akad syirkah ini haruslah baligh dan juga berakal
(tidak memiliki gangguan jiwa).
3. Obyek
akad (mahal) atau ma’qud ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan
(amal) dan modal(mal). Dalam hal ini modal yang dipakai harus tunai, modal yang
dipakai tidak hanya bisa berupa uang tunai melainkan bisa menggunakan
barang-barang berharga seperti emas, perak, aset, lisensi, hak paten dan masih
banyak lagi. Modal antara kedua belah pihak harus dicampur dan tidak boleh
dipisah-pisahkan, setiap mitra mempunyai hak untuk mengelola aset kemitraan
yang memiliki ketentuan bahwa aset tersebut digunakan untuk proyek berbasiskan
syariah.
Syarat
dari syirkah terhimpun menjadi dua hal, antara lain sebagai berikut :
1. Obyek
akadnya terhadap tasharruf, yang dimaksud dalam hal ini adalah aktivitas
pengelolaan hartan dengan melakukan akad, misalnya saja melakukan akad jual
beli.
2. Obyek
akadnya dapat diwakilkan (wakalah),
hal ini dilakukan agar keutungan syirkah bisa menjadi hak milik bersama
diantara para mitra usaha yang melakukan kerjasama.
Menurut
ketentuan syarat sah syirkah terbagi
menjadi dua kategori, yakni:
1.
Syarat-syarat
umum syirkah
a. Jenis usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat
diwakilkan kepada orang lain. Hal ini penting karena dalam kenyataan, sering
kali satu patner mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan
lain. Jika syarat ini tidak ada dalam jenis usaha, maka akan sulit menjalankan
perusahaan dengan gesit.
b. Keuntungan yang didapat nanti dari hasil usaha harus diketahui dengan
jelas. Masing-masing patner harus mengetahui saham keuntungannya seperti 10 %
atau 20 % misalnya.
c.
Keuntungan harus disebar kepada semua patner.
2. Syarat-syarat khusus
a. Modal yang
disetor harus berupa barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal masih
berupah utang atau uang yang tidak dapat dihadirkan ketika akad atau beli.
Tidak disyaratkan modal yang disetor
oleh para patner itu dicampur satu sama lain. Karena syirkah ini dapat
diwujudkan dengan akad dan bukan dengan modal.
b. Modal harus
berupa uang kontan. Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang tidak
bergerak atau barang. Karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan ukuran
sehingga akan menimbulkan persengketaan di kemudian hari karena keuntungan yang
dihasilkannya juga menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal yang disetor
akibat sulitnya dinilai.
Menurut
ulama’ hanafiyah, syarat dari syirkah terbagi menjadi beberapa antara laian :
1. Sesuatu yang berkaitan dengan bentuk
yirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua
syarat, yaitu: Berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat
diterima sebagai perwakilan Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian
keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah,
sepertiga dan yang lainnya
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal
(harta), dalam hal ini terdapat dua
perkara yang harus dipeuhi yaitu:
a.
Bahwa
modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah alat pembayaran (nuqud), seperti
Junaih, Riyal, dan Rupiah
b.
Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad
syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam
mufawadhah disyaratkan:
a.
Modal
(pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama
b.
Bagi
yang bersyirkah ahli untuk kafalah
c. Bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni
pada semua macam jual beli atau
perdagangan.
Dalam beberapa periwayatan disebutkan bahwa, syirkah
boleh dilakukan antar sesama muslim ataupun antar sesama kafir dzimmi atau juga
boleh dilakukan antara muslim dan kafir dzimmi. Abdulloh bin Ummar r.a
meriwayatkan :
عَامَل رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَهْلُ خَيْبَرَ
-وَهُمْ يَهُوْدُ- بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ
Yang
artinya : “Rasulullah saw. Pernah mempekerjakan penduduk Khaibar-mereka
adalah Yahudi-dengan mendapat bagian dari hasil penen buah dan tanaman” (HR
Muslim)
اشْتَرَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ
يَهُودِيٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
“Rasulullah
saw. pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan cara menggadaikan baju
besi beliau kepadanya” (HR al-Bukhari, dari Aisyah ra.).
Oleh sebab itu melakukan syirkah atau semacamnya
boleh dilakukan oleh lintas agama tidak hanya boleh diakukan oleh antar umat
muslim saja. Alasan pembolehan ini dikarenakan keberagaman agama yang ada si muka
bumi, dengan hanya membatasi kerjasama antar negara otomatis kegiatan
perekonomian tidak bisa berkembang dengan leluasa.
Dalam suatu perjanjian
ataupun kerjasama adakalanya mengalami suatu problematika yang akhirnya
berdampak pada pembatalan kerjasama tersebut. tak terkecuali dengan syirkah,
dalam syirkah juga bisa terjadi suatu pembatalan manakla dilatar belakangi oleh
hala-hal berikut, antara lain :
1. Salah satu pihak yang mengikat kontrak tersebut
membatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak lainnya, sebab syirkah
atau musyarakah adalah suatu akad (kontrak) yang terjadi atas dasar kerelaan
antara kedua belah pihak atau lebih. dan kontrak tersebut tidak ada keharusan
untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi, hal ini
merupakan indikator pencabutan atau pembatalan kerelaan syirkah oleh
salah satu pihak.
2. Salah satu pihak dari pihak-pihak yang bekerja
sama hilang atau tidak mempunyai kapabilitas dan keahlian dalam manajemen
keuangan (mengelola harta, usaha), baik karena gila, depresi/stres berat maupun
karena sebab lainnya.
3. Salah satu
pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota musyarakah tersebut lebih
dari dua pihak, yang berakhir atau batal adalah yang meninggal saja. Musyarakah
dapat terus berlangsung selama pihak-pihak lainnya masih hidup, apabila
ahli waris dari pihak yang meninggal menghendaki turut serta dalam musyarakah
tersebut, maka dapat dilakukan perjanjian (kontrak) kerja sama yang baru bagi
ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampunan,
baik karena boros yang terjadi pada saat kontrak perjanjian syirkah sedang
berjalan maupun sebab yang lainnya.
5. Salah satu pihak menderita kebangkrutan (pailit)
yang berdampak tidak memilki secara penuh atas harta yang menjadi saham musyarakah.
Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa keadaan pailit atau bangkrut itu tidak membatalkan atau
mengakhiri perjanjian yang disepakati oleh yang bersangkutan.
6.
Modal dari para
pihak yang terlibat dalam musyarakah tersebut hilang atau lenyap sebelum
dibelanjakan atas nama musyarakah. Bila modal tersebut hilang atau
lenyap sebelum terjadi percampuran harta atau dana sehingga tidak dapat lagi
dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri.
Apabila modal hilang atau lenyap setelah terjadi percampuran harta atau dana
sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, maka hal itu menjadi tanggungan
resiko bersama. Kerusakan terjadi setelah dibelanjakan, menjadi resiko bersama,
dan apabila masih ada sisa harta atau modal maka musyarakah tersebut
masih dapat berlangsung dengan kekayaan (asset) yang masih ada.
Akad syirkah ini mendapatkan landasan syariahnya dari al-Qur’an,
hadis dan ijma’.
(Q.S.
An Nisa :12)
•
وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلاَلَةً أَو امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ
فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ
شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ
مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274].
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan
syariah bagi semua jenis syirkah, ia hanya memberikan landasan kepada syirkah
jabariyyah ( yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka
karena mereka sama-sama mewarisi harta pusaka).
(Q.S. Shaad-24)
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ
كَثِيرًا مِّنْ الْخُلَطَاء لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ
أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَاب
Dan sesungguhnya kebanyakan
dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian
lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shaad: 24.
Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat
dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat
al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan
oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
Di riwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda :
•
أنا ثا لث الشاركين ما لم يخن أحدهما صا حبه
فاذا خانه خرجت من بينهما (رواه أبو داود)
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman : “Aku pihak ketiga dari
dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya” (HR. Abu Dawud dan Hakim).
Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua
orang yang berkongsi dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan bantuanNya. Allah
akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam
perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu dari keduanya telah
berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan
pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak hadis
yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini
sementara Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah telah memberikan ketetapan kepada mereka.
Ijma menurut pakar ushul fikih merupakan
salah satu prinsip dari syariat Islam. Ijma adalah suatu
konsensus (kesepakatan) mengenai permasalahan hukum Islam baik dinyatakan
secara diam maupun secara nyata, dan merupakan konsensus seluruh ulama (mujtahid)
di kalangan kaum muslimin pada suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat atas
hukum syara’ mengenai suatu kejadian.
Dalam konteks musyarakah, Ibnu
Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, mengatakan : “ Kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
Penerapan syirkah pada lembaga keuangan mulai
sedikit perlahan dicanangkan, contohnya seperti :
1. Pada
pembiayaan suatu proyek
Pada pembiayaan kali ini lembaga keuangan
bekerjasama dengan sebuah perusahaan untuk sebuah proyek. Dalam hal ini kedua
belah pihak masing-masing mengeluarkan dana guna membiayai proyek yang akan
berlangsung. Apabila dalam proyek tersebut menghasilkan keuntungan maka
perusahaan diharuskan membagi keuntungan kepada lembaga keuangan sesuai dengan
kesepakatan antar kedua belah pihak.
2. Modal
Ventura
Pada
lembaga keuangan ini, penanaman modal memiliki jangka waktu tertentu yang
apabila suadah jatuh tempo modal ventura bisa melakukan disvesi atau menjual
saham miliknya baik secara langsung maupun tidak.
Walaupun
sudah diketahui secara gamblang mengenai penerapan syirkah dalam lembaga
keuangan yang dimisalkan diatas namu dalam prakteknya, lembaga keuangan yang
berbasis syariah di Indonesia tidak sepenuhnya menganut sistem musyarakah yang
tercipta pada zaman klasik, perbedaan tersebut antara lain :
Karakteristik
pokok
|
Praktik
klasik
|
Praktik
di Indonesia
|
Tujuan
transaksi
|
-Investasi
bersama (kontrobusi dana) serta pengelolaan dana bersama
-
Para pihak berkontribusi dana
|
-
pembiayaan atau penyedia fasilitas
-sebagian
besar kasus hanya bank yang memberikan kontribusi dana
|
Pengelola
usaha
|
Seluruh
pihak
|
Hanya
nasabah bank
|
Pembagian
hasil
|
Profit
dan loss sharing
|
Revenue
sharing
|
Pembayaran
bagi hasil dan perhitungan profit rate
|
Dilakukan satu kali diakhir periode.
Profit rate dihitung satu kali diakhir atas dasar 100% nilai penempatan dana
investor sejak awal periode perjanjian.
|
Untuk
satu kali angsuran pokok: bagi hasil dibayar secara periodik sesuai
perjanjian dan profit rate dihitung atas dasar jumlah nominal bagi hasil per
dana awal yang masih 100% digunakan oleh nasabah. Untuk pokok yang diangsur;
(i) bagi hasil dibayar periodik sesuai denga periode angsuran pokok dan
profit rate dihitung dari jumlah nominal bagi hasil per dana awal 100% atau
(ii) bagi hasil dibayar periodik sesuai dengan periode angsuran pokok dan
profit rate dihitung dari jumlah nominal dari bagi hasil yang di-discount
karena menurunnya share dana bank dalam usaha nasabah.
|
Kolateral
|
Tanpa
jaminan
|
Dengan
jaminan
|
FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 08/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 08/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Pertama : Beberapa Ketentuan:
- Pernyataan ijab dan qabul harus
dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
- Penawaran dan penerimaan harus
secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
- Penerimaan dari penawaran
dilakukan pada saat kontrak.
- Akad dituangkan secara tertulis,
melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
- Pihak-pihak yang berkontrak harus
cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
- Kompeten dalam memberikan atau
diberikan kekuasaan perwakilan.
- Setiap mitra harus menyediakan
dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
- Setiap mitra memiliki hak untuk
mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
- Setiap mitra memberi wewenang
kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap
telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
- Seorang mitra tidak diizinkan
untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
- Obyek akad (modal, kerja,
keuntungan dan kerugian)
- Modal
- Modal yang diberikan harus uang
tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. - Para pihak tidak boleh meminjam,
meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada
pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
- Pada prinsipnya, dalam pembiayaan
musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan.
- Kerja
- Partisipasi para mitra dalam
pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan
porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
- Setiap mitra melaksanakan kerja
dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan
masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
- Keuntungan
- Keuntungan harus dikuantifikasi
dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
- Setiap keuntungan mitra harus
dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak
ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
- Seorang mitra boleh mengusulkan
bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau
prosentase itu diberikan kepadanya.
- Sistem pembagian keuntungan harus
tertuang dengan jelas dalam akad.
- Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. - Biaya Operasional dan Persengketaan
- Biaya operasional dibebankan pada
modal bersama.
- Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000 M
http://abufawaz.wordpress.com/2012/11/05/1201/
diunduh tanggal 4November 2013
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=10151185734775422&id=255621610421
diunduh tanggal 3 November 2013
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=10151185734775422&id=255621610421
diunduh tanggal 3 November 2013
http://mediaislamnet.com/2012/02/bentuk-bentuk-syirkah-dalam-islam/
diunduh tanggal 4 November 2013
http://www.referensimakalah.com/2013/01/jenis-jenis-syirkah.html
diunduh tanggal 3 November 2013
http://kuliahpemikiran.wordpress.com/2011/02/25/syirkah-kerjasama-bisnis-dalam-islam/ diunduh tanggal 3 November 2013
http://ariefmuliadi30.blogspot.com/2013/04/penerapan-dan-pengembangan-akad-syirkah.html
diunduh tanggal 3 November 2013
http://rian-desti.blogspot.com/2011/12/implementasi-pembiayaan-musyarakah-di.html
diunduh tanggal 4 November 2013
http://hima-ekis.blogspot.com/2011/12/aplikasi-musyarakah-dan-mudharabah.html
diunduh tanggal 4 November 2013
Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan
Cendekiawan. Jakarta: Bank Indonesia
& Tazkia Institute.
Antonio,
M. Syafii. 2001. Bank Syariah Dalam Teori & Praktek. Gema Insani Pers.
Jakarta
Riefzhahara.2006.bab2
pdf-s1